TEORI DAN HAKIKAT PEMBELAJARAN
(Rafiuddin, Syam Aby dasta)
BAB I
PENDAHULUAN
Hakekat pekerjaan mengajar bukanlah melakukan sesuatu bagi si murid, tetapi lebih berupa menggerakkan murid melakukan hal-hal yang dimaksudkan menjadi tujuan pendidikan. Tugas utama seorang guru bukanlah menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku-buku, tetapi mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membimbing murid-murid dalam usaha mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Guru mengajar anak-anak dan bukan mata pelajaran – mata pelajaran, begitu pula bukanlah mata pelajaran – mata pelajaran yang diajarkan disekolah itu yang dipelajari murid-murid; mereka hanya dapat belajar sesuatu dari mata pelajaran – mata pelajaran itu apabila ada pada mereka lingkungan serta bimbingan yang tepat. 
Memahami cara anak-anak belajar dan terutama cara mereka mempelajari bahasa akan mempengaruhi cara kita mengajarkan seni berbahasa. Program pengajaran janganlah ditafsirkan sebagai tumpukan bermacam materi dan kegiatan; justru, guru mesti merancang pengajaran berdasarkan apa yang mereka ketahui tentang cara belajar anak-anak. Peran guru dalam kelas sekolah dasar tengah mengalami perubahan. Sekarang guru merupakan pengambil keputusan, dengan wewenangnya yang dilandaskan pada kewajiban dan tanggung jawab untuk mengambil keputusan kurikulum. Dalam program seni bahasa, keputusan-keputusan kurikulum ini memiliki pengaruh terhadap muatan (informasi yang diajarkan) dan strategi pengajaran (teknik untuk mengajarkan muatan materi).
 Pendekatan saya dalam makalah ini  memadukan teori-teori pembelajaran kognitif, psikolinguistik dan sosiolinguistik. Pendekatan ini memadukan teori pembelajaran konstruktivis, atau kognitif, yang dikemukakan oleh Jean Piaget dan Jerome Bruner dengan teori-teori psikolinguistik dan teori-teori sosiolinguistik Lev Vygotsky. Psikolinguistik merupakan disiplin ilmu yang menggabungkan psikologi kognitif dengan linguistik (telaah bahasa) untuk berfokus pada aspek-aspek kognitif atau mental dari pembelajaran bahasa. Sosiolinguistik juga merupakan perpaduan disiplin ilmu – sosiologi dan linguistik – untuk menekankan implikasi sosial dan budaya dari pembelajaran bahasa.
BAB 2
Proses Pembelajaran
Jean Piaget (1886-1980) adalah psikolog Swiss yang mengembangkan teori baru pembelajaran, atau perkembangan kognitif, yang secara radikal mengubah konsepsi kita tentang perkembangan anak. Kerangka teoretik Piaget sangat berbeda dari teori-teori perilaku yang telah mempengaruhi pendidikan selama puluhan tahun. Piaget menjelaskan pembelajaran sebagai perubahan struktur kognitif siswa ketika mereka berinteraksi dengan, dan beradaptasi terhadap, lingkungan. Definisi pembelajaran ini memerlukan pengkajian ulang peran guru. Bukannya menyalurkan pengetahuan, guru sebaiknya melibatkan sistem dengan pengalaman dan lingkungan yang mengharuskan mereka mengubah struktur kognitif mereka dan menyusun pengetahuan mereka sendiri.
Para pakar psikologistik memandang bahasa sebagai contoh perkembangan kognitif anak-anak, yakni contoh kemampuan mereka dalam mempelajari. Anak kecil belajar berbicara dengan melibatkan diri dalam lingkungan yang kaya-bahasa dan tanpa pengajaran formal. Dalam periode 3 atau 4 tahun, anak-anak memperoleh banyak kosa kata dan mengingat tata bahasa. Perkembangan bahasa lisan anak-anak usia pra-sekolah bisa menjadi model pembelajaran bahasa yang bisa dimanfaatkan dalam membahas bagaimana anak-anak belajar membaca dan menulis.
Kalangan sosiolinguis memandang pembelajaran bahasa sebagai kegiatan sosial dan sebagai cerminan budaya dan masyarakat di mana siswa tinggal (Heath, 1983; Vygotsky, 1978, 1986). Menurut Vygotsky, bahasa membantu menyusun pemikiran, dan anak-anak menggunakan bahasa untuk belajar dan juga menyampaikan dan berbagi pengalaman dengan sebayanya. Dengan memahami bahwa anak-anak menggunakan bahasa untuk tujuan sosial guru dapat merencanakan kegiatan pengajaran yang menyertakan komponen sosial, misalnya dengan meminta siswa berbagi tulisan dengan teman-teman sekelasnya. Dan, karena bahasa dan konsep literasi anak-anak mencerminkan budaya dan masyarakat di sekitar mereka, guru harus menghargai bahasa siswa dan memahami perbedaan budaya dalam sikap mereka terhadap pembelajaran, dan khususnya terhadap pembelajaran seni berbahasa. 
Struktur kognitif merupakan susunan pengetahuan di dalam otak, dan pengetahuan disusun menjadi sistem-sistem kategori yang dinamakan skemata. (Sedangkan kategori tunggal disebuat skema.) Di dalam skemata terdapat tiga komponen: kategori pengetahuan, elemen atau aturan untuk menentukan apa yang membentuk sebuah kategori dan apa yang tercakup dalam tiap kategori, dan jejaring hubungan timbal-balik antar kategori (Smith, 1975). Skemata ini bisa diperbandingkan dengan sistem pemberkasan/penyimpanan konsep di mana anak-anak dan orang dewasa menyusun dan menyimpan informasi yang berasal dari pengalaman masa lampau mereka. Berdasarkan analogi ini, informasi disimpan di dalam otak di dalam “map berkas [file folder]”. Ketika anak-anak belajar, mereka menambahkan map berkas tersebut ke dalam sistem penyimpanan, dan ketika mereka mempelajari sebuah topik, map-map berkas itu menjadi semakin tebal.
 Ketika anak-anak belajar, mereka menemukan kategori baru, dan meski tiap orang memiliki banyak kategori serupa, skematanya tetap terpersonalisasikan sesuai dengan pengalaman dan minat individu. Beberapa orang, misalnya, barangkali hanya memiliki satu kategori, yakni kategori hewan kecil yang meliputi semut, kupu-kupu, laba-laba, dan lebah, sedangkan orang lain membedakan antara serangga dan laba-laba dan membuat sebuah kategori untuk masing-masing. Mereka yang membedakan antara serangga dan laba-laba juga membuat seperangkat aturan berdasarkan karakteristik pembeda dari hewan-hewan ini untuk menggolongkannya ke dalam kategori yang satu atau yang lain. Selain kategori hewan kecil atau kategori laba-laba, sebuah jejaring hubungan timbal-balik juga mengaitkan kategori-kategori ini dengan kategori lain. Jejaring juga terindividualisasi, sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman unik masing-masing orang. Kategori laba-laba bisa dirangkaikan sebagai subkategori arkanoid, dan bisa dibuat hubungan golongan antara kalajengking dan laba-laba. Jejaring yang mengaitkan kategori, karakteristik dan contoh-contoh dengan kategori, karakteristik dan contoh-contoh yang lain sangatlah kompleks. 
Ketika anak-anak beradaptasi dengan lingkungan, mereka menambah informasi baru tentang pengalaman mereka yang mengharuskan mereka memperbesar kategori yang ada atau membuat kategori baru. Menurut Piaget (1969), ada dua proses yang memungkinkan perubahan ini. Asimilasi merupakan proses kognitif yang menggabungkan informasi dari lingkungan ke dalam skemata yang ada. Sebaliknya, akomodasi adalah proses kognitif yang mengubah skemata yang ada atau membuat skemata baru untuk menyesuaikan dengan lingkungan. Melalui asimilasi, anak-anak menambahkan informasi baru ke dalam gambaran mereka tentang dunia; melalui akomodasi, mereka mengubah gambaran mereka tentang dunia berdasarkan informasi baru.
Proses Pembelajaran.
Pembelajaran berlangsung melalui proses penyetimbangan (Piaget, 1975). Menjumpai sesuatu yang tidak dipahami atau tidak bisa dimengerti, seorang anak bisa mengalami ketidaksetimbangan, atau konflik kognitif. Ketidaksetimbangan biasanya menimbulkan kebingungan dan pergolakan, perasaan yang mendorong anak-anak untuk mendapatkan kesetimbangan, yakni keseimbangan yang menyenangkan dengan lingkungan. Dengan kata lain, ketika dihadapkan dengan informasi baru atau berbeda, anak-anak (dan juga orang dewasa) secara intrinsik termotivasi untuk mencoba memahaminya. Jika skemata anak-anak dapat menyesuaikan dengan informasi baru, maka ketidaksetimbangan yang ditimbulkan oleh pengalaman baru akan memotivasi si anak untuk mempelajari. Kesetimbangan dengan demikian kembali didapatkan pada tingkat perkembangan yang lebih tinggi. Berikut adalah langkah-langkah dari proses ini:
1. Kesetimbangan terganggu dengan masuknya informasi baru atau informasi yang tidak sesuai.
2. Dengan terjadinya ketidaksetimbangan, dan proses ganda asimilasi dan akomodasi akan berlangsung.
3. Kesetimbangan dicapai pada tingkat perkembangan yang lebih tinggi.
Namun begitu, jika informasi baru itu terlalu sukar, dan anak-anak tidak bisa mengaitkannya dengan apa yang telah mereka ketahui, mereka tidak akan mempelajarinya. Implikasi penting bagi guru ialah bahwa informasi baru haruslah menimbulkan tanda tanya, menantang, atau, meminjam kata-kata Piaget, “cukup baru.” Informasi yang terlalu mudah akan segera diasimilasikan, dan informasi yang terlalu sulit tidak bisa di akomodasi dan tidak akan dipelajari.
Prediksi terjadi ketika anak-anak menempatkan skemata untuk digunakan dalam menafsirkan lingkungan mereka. Mereka mengantisipasi apa yang akan terjadi jika mereka bertindak dengan cara tertentu dan memprediksikan hasil dari tindakan mereka. Ketika anak-anak memasuki situasi tertentu, mereka menata perilaku berdasarkan apa yang bisa mereka antisipasi, dengan menggunakan skemata yang sesuai untuk mengasimilasi apa pun di dalam lingkungan yang menarik minat mereka. Jika skemata mereka dapat mengasimilasi semua stimuli di dalam situasi tersebut, mereka akan rileks, karena mereka berada dalam kondisi kesetimbangan yang nyaman. Namun jika ada stimuli dalam lingkungan yang tidak bisa mereka prediksikan hasilnya, mereka akan meneruskannya secara lebih berhati-hati, dengan berupaya menemukan makna dari stimuli yang tidak bisa mereka antisipasi. Anak-anak mengupayakan kesetimbangan, namun mereka selalu mengalami ketidaksetimbangan karena mereka tidak bisa mengasimilasi stimuli yang tidak sesuai tanpa adanya akomodasi.
Vygotsky (1978) menegaskan bahwa anak-anak belajar melalui interaksi sosial, dan bahasa merupakan fasilitator pembelajaran yang penting. Pengalaman anak-anak disusun dan dibentuk oleh masyarakat, namun bukannya sekadar menyerap pengalaman-pengalaman ini, anak-anak menegosiasikan dan mengubahnya menjadi bagian dinamis dari budaya. Mereka belajar berbicara melalui interaksi dengan orang lain dan membaca dan menulis melalui interaksi dengan anak-anak dan orang dewasa yang melek huruf.
Konsepnya Vygotsky (1978) tentang “zona perkembangan terdekat” menjelaskan bagaimana konteks sosial mempengaruhi pembelajaran. Melalui interaksi dengan orang dewasa dan kolaborasi dengan sebayanya, anak-anak mempelajari hal-hal yang tidak bisa mereka pelajari sendiri. Orang dewasa memandu dan mendukung anak-anak ketika mereka beranjak dari tingkat pengetahuan mereka sekarang menuju tingkat yang lebih maju. Bruner (1978) menggunakan istilah scaffold (alat pengangkat) sebagai untuk menjelaskan kontribusi orang dewasa terhadap pembelajaran anak-anak. Scaffold adalah boks podium luncur yang mendorong perkembangan anak-anak menuju tingkat yang lebih kompleks.
BAGAIMANA ANAK-ANAK MEMPELAJARI SENI BAHASA        
Menurut hemat saya tujuan umum terpenting bagi pendidikan dalam seni bahasa adalah memungkinkan tiap anak menyampaikan, seefektif mungkin, apa yang dia maksudkan dan memahami, sebaik mungkin, apa yang disampaikan oleh orang lain, secara disengaja maupun tidak. (Brown, 1979,) 
Pernyataan Roger Brown secara ringkas menjelaskan tujuan pengajaran seni bahasa di semua jenjang. Dengan demikian, tujuan guru adalah membantu siswa belajar berkomunikasi secara efektif dengan sesama siswa melalui bahasa lisan dan tertulis.
Kompetensi Komunikasi
Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dikenal sebagai kompetensi komunikasi [communicative competence] (Hymes, 1974), dan ini melibatkan dua komponen. Komponen pertama adalah kemampuan untuk mengirimkan makna melalui ujaran dan tulisan, dan yang kedua adalah kemampuan menafsirkan makna melalui menyimak dan membaca. Kompetensi komunikasi juga melibatkan pragmatika – yakni kefasihan siswa dalam menggunakan berbagai jenjang bahasa dan juga pengetahuannya mengenai kapan masing-masing jenjang bahasa itu pantas untuk digunakan. Sebagai contoh, kita menggunakan bahasa informal dengan anggota keluarga dan teman dekat dan menggunakan bahasa yang lebih formal dengan orang-orang yang tidak begitu kita kenal atau ketika menyampaikan pidato. Demikian pula, dalam penulisan kita menggunakan bermacam jenjang, atau tingkatan formalitas. Kita menulis surat kepada teman dekat dengan menggunakan tingkatan bahasa yang kurang formal dibanding ketika kita menulis surat kepada editor surat kabar lokal. 
Kami akan membahas beragam kegiatan berbahasa untuk membantu siswa mengembangkan kompetensi komunikasi, misalnya:
• Melakukan wawancara lisan dengan nara sumber yang memiliki pengetahuan, minat, atau bakat khusus dalam kaitannya dengan unit fokus literatur dan telaah sosial dan siklus tema ilmu pengetahuan. 
• Menulis entri jurnal simulasi yang mengasumsikan peran sebuah karakter sewaktu membaca sebuah cerita atau mengasumsikan peran tokoh historis atau masa kini sewaktu membaca sebuah biografi. 
• Menulis cerita menggunakan proses penulisan dan kemudian berbagi cerita tersebut dengan rekan sekelas dan orang lain mendengarkan.
• Menganalisis permainan kata atau sanjak dalam syair yang dibaca dan ditulis oleh siswa.
Kegiatan-kegiatan ini menunjukkan tiga ciri dari semua pengalaman berharga dalam berbahasa. Kegiatan itu menggunakan bahasa dalam situasi yang bermakna, bukannya situasi yang dipersiapkan. Itu semua merupakan kegiatan fungsional, atau kegiatan kehidupan nyata. Itu semua merupakan kegiatan yang murni, bukan dibuat-buat, sebagaimana kegiatan mengisi lembar kerja, karena itu semua merupakan kegiatan berkomunikasi. 
Tinjauan tentang Empat Sistem bahasa
Sistem Penjelasan Istilah Penggunaan di Kelas Sekolah Dasar
Sistem fonologi Sistem bunyi Bahasa Inggris dengan sekitar 44 bunyi. Fonem (satuan bunyi terkecil)
Grafem (gambaran tertulis dari sebuah fonem menggunakan satu atau beberapa huruf) - Mengucapkan kata-kata.
- Mendeteksi dialek regional dan dialek lain.
- Mengurai kata-kata ketika membaca.
- Menggunakan ejaan yang ditemukan.
- Membaca dan menulis aliterasi dan onomatopoeia 
Sistem Sintaksis Sistem struktur bahasa Inggris yang mengatur cara mengombinasikan kata-kata menjadi kalimat. Sintaks (struktur atau grammar dari sebuah kalimat)
Morfem (satuan makna terkecil dari bahasa)
Morfem bebas, (sebuah morfem yang bisa berdiri sendiri sebagai sebuah kata.)
Morfem terikat, (sebuah morfem yang harus melekat pada morfem bebas) - Menambahkan akhiran infleksi pada kata-kata.
- Menambahkan prefiks dan sufiks pada akar kata.
- Menggunakan huruf besar dan tanda baca untuk menunjukkan awal  dan akhir kalimat.
- Menulis kalimat sederhana, gabungan, dan kompleks.
- Menggabungkan kalimat.
Sistem semantik Sistem makna bahasa Inggris yang berfokus pada kosa kata Semantik (makna) - Mempelajari makna kata.
- Menemukan bahwa beberapa kata memiliki beragam makna.
- Mempelajari sinonim, antonim, dan homonim.
- Menggunakan kamus dan persamaan kata.
- Membaca dan menulis perbandingan (metafora atau kiasan)
Sistem Pragmatik Sistem bahasa Inggris yang memvariasikan bahasa sesuai dengan penggunaan sosial dan budaya. Fungsi (tujuan seseorang dalam menggunakan bahasa)
Bahasa Inggris Baku (bentuk bahasa Inggris yang digunakan dalam buku naskah dan pembaca berita televisi)
Bahasa Inggris Non-baku (bentuk lain bahasa Inggris)  - Memvariasikan bahasa agar sesuai dengan tujuan tertentu.
- Membaca dan menulis dialog dengan dialek.
- Membandingkan bentuk-bentuk bahasa Inggris Baku dan Non-baku.
kesimpulan
Instruksi seni-seni bahasa dan penilaian harus didasarkan pada riset dan teori-teori sekitar bagaimana anak-anak belajar dan bagaimana mereka belajar bahasa khususnya. Dalam pembahasaan  sudah memperkenalkan teori, psycholinguistic, dan teori-teori sociolinguistic terpelajar dan berhubungan riset untuk kembangkan satu paradigma untuk belajar seni-seni bahasa di dalam elementery menyusun/menilai. instruksi seni-seni bahasa adalah untuk para siswa untuk kembangkan kemampuan komunikatif di dalam empat gaya-gaya bahasa: mendengarkan, bicara, penulisan dan pembacaan. empat  gaya-gaya bahasa ini adalah subtance dari langauge instruksi seni-seni dan para siswa gunakan mereka dalam hubungan dengan unit-unit fokus literatur dan ke seberang tema kurikulum belajari di dalam aktivitas yang adalah fungsional , penuh arti, dan asli.
DAFTAR PUSTAKA
• Robert L. Solso.2001. Cognitive Psychology. Arrangment with Pearson Education, Inc
• Gail E.Tompkins dan Kenneth Hoskisson, Language and arts. 
• Dr. Paul Suparno. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Kanisus Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar