PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENILAIAN HASIL BELAJAR
BAB  I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan karakter merupakan gerakan nasional untuk menciptakan sekolah yang membina generasi muda yang beretika, bertanggung jawab, dan perduli melalui pemodelan dan mengajarkan karakter baik dengan penekanan pada nilai universal yang disepakati bersama. Ini adalah suatu usaha yang disengaja dan proaktif baik dari sekolah, daerah, dan juga negara untuk menanamkan siswanya pada nilai etika utama, seperti menghargai diri sendiri dan orang lain, bertanggung jawab, integritas, dan disiplin diri. Ini bukanlah suatu “perbaikan cepat” atau “obat kilat untuk semua”. Dia menyediakan solusi jangka panjang pada moral, etika, dan isu akademis yang menjadi keprihatinan yang berkembang di masyarakat dan keselamatan di sekolah-sekolah. Pendidikan karakter boleh ditujukan pada keprihatinan kritis seperti siswa yang membolos, masalah disiplin, penggunaan obat terlarang, kekerasan berkelompok, hamil muda, dan performa akademis yang buruk. Pada kemungkinan yang terbaik, pendidikan karakter mengintegrasikan nilai positif ke setiap aspek dari hari-hari di sekolah.
Menurut Santrock (2004: 120) pendidikan karakter adalah pendekatan langsung pada pendidikan moral, yakni mengajari murid dengan pengetahuan moral dasar untuk mencegah mereka melakukan tindakan tak bermoral dan membahayakan orang lain dan dirinya sendiri. Argumennya adalah bahwa perilaku seperti berbohong, mencuri, dan menipu adalah keliru dan murid harus diajari soal ini melalui pendidikan mereka. 
Studi tentang karakter telah lama menjadi pokok perhatian para psikolog, pedagogi, dan pendidik. Apa yang disebut karakter bisa dipahami secara berbeda-beda oleh para pemikir sesuai penekanan dan pendekatan mereka masing-masing.
B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, maka pembahasan ini diarahkan kepada pendidikan karakter dan penilaian hasil belajar,yang meliputi :
1. Bagaimana tujuan dan nilai pendidikan karakter?
2. Bagaimana Penilaian Hasil Belajar Pendidikan Karakter?
C. Tujuan
            Bertolak dari kedua permasalahan di atas ,jelaslah bahwa yang menjadi tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengetahui tujuan dan nilai pendidikan karakter serta penilaian hasil belajarnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tujuan dan nilai pendidikan karakter 
1.      Pendidikan Karakter
Secara umum, istilah karakter sering diasosiasikan dengan apa yang disebut temperamen. Selain itu karakter dilihat dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki manusia sejak lahir. Dalam hal ini istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian. Sedangkan kepribadian dianggap sebagai “ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seseorang sejak lahir” (Koesoma; 2007; 86). Istilah karakter sesungguhnya menimbulkan ambiguitas. Karakter secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “karasso”, yang berarti ‘cetak biru’, ‘format dasar’, ‘sidik’, seperti dalam sidik jari (Koesoma; 2007; 90).
Tentang ambiguitas terminologi “karakter” ini, Mounier (Koesoma; 2007; 90), mengajukan dua cara interpretasi. Ia melihat karakter sebagai dua hal, yaitu pertama, sebagai sekumpulan kondisi yang telah diberikan begitu saja, atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan dalam diri kita. Karakter yang demikian ini dianggap sebagai sesuatu yang talah ada sejak lahir (given). Kedua, karakter juga bisa  dipahami   sebagai tingkat kekuatan melalui sejauh mana seseorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter yang demikian ini disebutnya sebagai sebuah proses yang dikehendaki (willed). 
Sedangkan kata pendidikan (education) secara etimologis berasal dari bahasa latin yakni educare dan educere yang berarti melatih atau menjinakkan, menyuburkan. Jadi pedidikan merupakan sebuah proses yang membantu menumbuhkan, mengembangkan, dan mendewasakan.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses menumbuhkan, mengembangkan dan mendewasakan kepribadian seseorang. 
2. Tujuan pendidikan karakter
Tujuan pendidikan karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (Wina sanjaya, 2008: 29). Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup.
Meletakkan tujuan pendidikan karakter dalam rangka tantangan diluar kinerja pendidikan, seperti situasi kemorosotan moral dalam masyarakat yang melahirkan adanya kultur kematian sebagai penanda abad, memang bukan merupakan landasan yang kokoh bagi pendidikan karakter itu sendiri. Sebab dengan demikian, pendidikan karakter memperhambakan demi tujuan korektif, kuratif situasi masyarakat. Sekolah bukanlah lembaga demi reproduksi nilai-nilai sosial, atau demi kepentingan korektif bagi masyarakat diluar dirinya, melainkan juga mesti memiliki dasar internal yang menjadi ciri bagi lembaga pendidikan itu sendiri.
Manusia secara natural memang memiliki potensi di dalam dirinya untuk bertumbuh dan berkembang mengatasi keterbatasan dirinya dan keterbatasan budayanya. Di lain pihak manusia juga tidak dapat abai terhadap lingkungan sekitar dirinya. Tujuan pendidikan karakter mestinya diletakkan dalam kerangka gerak dinamis dialektis, berupa tanggapan individu atas implus natural (fisik dan psikis), sosial, kultural yang melingkupinya, untuk dapat menempa diri menjadi sempurna sehingga potensi-potensi yang ada dalam dirinya berkembang secara penuh yang membuatnya semakin menjadi manusiawi. Semakin menjadi manusiawi berarti ia juga semakin menjadi mahluk yang mampu berelasi secara sehat dengan lingkungan di luar dirinya tanpa kehilangan otonomi dan kebebasannya sehingga dia menjadi manusia yang  bertanggung jawab. Untuk ini, ia perlu memahami dan menghayati nilai-nilai yang relevan bagi pertumbuhan dan penghargaan harkat dan martabat manusia yang tercermin dalam usaha dirinya untuk menjadi sempurna melalui kehadiran orang lain dalam ruang dan waktu yang menjadi ciri drama singularitas historis tiap individu.
Dengan menempatkan pendidikan karakter dalam kerangka dinamika dan dialektika proses pembentukan individu, para insan pendidik diharapkan semakin dapat menyadari pentingnya pendidikan karakter sebagai sarana pembentuk pedoman perilaku, pengayaan nilai individu dengan cara menyediakan ruang bagi figur keteladanan bagi anak didik dan menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif bagi proses pertumbuhan berupa, kenyamanan, keamanan yang membantu suasana pengembagan diri satu sama lain dalam keseluruhan dimensinya (teknis, intelektual, psikologis, moral, sosial, estetis, dan religius). 
3. Nilai-nilai sebagai materi pendidikan karakter
Menentukan nilai-nilai yang relevan bagi pendidikan karakter tidak dapat dilepaskan dari situasi dan konteks historis masyarakat tempat pendidikan karakter itu mau diterapkan. Sebab, nilai-nilai tertentu mungkin  pada masa tertentu lebih relevan dan dalam situasi lain, nilai lain akan lebih cocok. Oleh karena itu, kriteria penentuan nilai-nilai ini sangat dinamis dalam arti, aplikasi praktisnya di dalam masyarakat yang akan mengalami perubahan terus menerus, sendangkan jiwa dari nilai-nilai itu tetap sama. 
Menurut Komensky (Koesoma; 2007; 9208)., bahwa kepada anak didik semestinya diajarkan seluruh keutamaan tanpa mengecualikannya. Ini adalah prinsip dasar pendidikan karakter, sebab sekolah merupakan sebuah lembaga yang dapat menjaga kehidupan nilai-nilai sebuah masyarakat. Oleh karena itu, bukan sembarang cara bertindak, pola perilaku, yang diajarkan di dalam sekolah, melainkan nilai-nilai yang semakin membawa proses membudaya dan manusialah yang boleh masuk di dalam penanaman nilai di sekolah. Sikap-sikap anti demokrasi seperti pemaksaan kehendak, tirani mayoritas, penindasan terhadap manusia lain. Untuk  itu, ada beberapa kriteria nilai yang bisa menjadi bagian dalam kerangka pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah. Nilai-nilai ini diambil sebagai garis besarnya saja, sifatnya terbuka, masih bisa ditambahkan nilai-nilai lain yang relevan dengan situasi kelembagaan pendidikan tempat setiap individu bekerja. Nilai-nilai itu antara lain :
1)      Nilai keutamaan
2)      Nilai keindahan
3)      Nilai kerja
4)      Nilai  patriotisme
5)      Nilai demokrasi
6)      Nilai kesatuan
7)      Nilai moral
8)      Nilai-nilai kemanusiaan
9)      Nilai keadilan dan 
10)  Kerjasama
Dalam pendidikan karakter Lickona  (1991, dalam Dwi Hastuti Martianto,   2002) menekankan pentingya tiga komponen  karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral.  Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan. 
Moral Knowing, terdapat enam hal yang menjadi tujuan dari diajarkannya moral knowing yaitu: (1) moral awereness, (2) knowing moral values, (3) persperctive taking, (4) moral reasoning, (5) decision making dan (6) self-knowledge.
Moral Feeling, terdapat enam hal yang merupakan aspek dari emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter yakni : (1) conscience, (2) self-esteem, (3) empathy, (4) loving the good, (5) self-control dan (6) humility.
Moral Action, perbuatan/tindakan moral ini merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya.  Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu: (1) kompetensi (competence), (2) keinginan (will) dan (3) kebiasaan (habit).
Indonesia Heritage Foundation adalah yayasan yang bergerak dalam bidang Character Building (Pendidikan Karakter) yang mempunyai visi “Membangun Bangsa Berkarakter” melalui pengkajian, dan pengembangan pendidikan holistik dengan fokus menanamkan sembilan pilar karakter (Ratna Megawangi, 2007).
Adapun sembilan pilar karakter ini adalah nilai-nilai luhur universal yang terdiri dari:
1)      Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya
2)      Tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian
3)      Kejujuran
4)      Hormat dan santun
5)      Kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama
6)      Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah
7)      Keadilan dan kepemimpinan
8)      Baik dan rendah hati
9)      Toleransi, cinta damai, dan persatuan
B.  Penilaian Hasil Belajar Pendidikan Karakter
Penilaian adalah proses yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja peserta didik. Hasil penilaian digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap ketuntasan belajar peserta didik dan efektifitas proses pembelajaran (BNSP, 2006: 5). 
Penilaian menurut Howard Gardner (2003: 252) menetapkan penilaian sebagai memperoleh informasi mengenai keterampilan dan potensi dari individu, dengan dua sasaran yaitu memberi umpan balik yang bermanfaat kepada individual yang bersangkutan dan data yang berguna kepada masyarakat yang ada di sekitarnya.
Penilaian pendidikan karakter dilakukan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai pendidikan karakter telah dipahami, dihayati, dan diterapkan siswa dalam kehidupan sehari-hari, sekurang-kurangnya dapat terlihat di lingkungan sekolah. Penilaian pendidikan karakter dapat berbentuk penilaian perilaku, baik individu maupun kelompok. Penilaian dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang penghayatan nilai-nilai pendidikan karakter yang tercermin dalam kualitas hidup sehari-hari.
1)      Kewenangan dalam penilaian 
Dalam penilaian pendidikan karakter yang paling utama ialah individu itu sendiri, sebab sebagai usaha sadar, proses pendidikan mengandaikan adanya sikap reflektif dalam diri individu dalam menilai menerapkan perkembangan dan pertumbuhan karakternya sendiri. Namun, penilaian pendidikan karakter harus menyertakan penilaian dari pihak-pihak lain sebagai bagian integral pendidikan sebagai proses objektivitas. Penyertaan akan kehadiran orang lain adalah untuk menghindarkan pendekatan dan penilaian yang subyekif yang bisa terjadi dalam diri individu (Koesoma, 2007: 280). Sementara itu, komunitas menilai sejauh mana struktur yang ada dalam lingkungan pendidikan mampu menumbuhkan karakter moral tiap individu yang berkerja dalam sistem tersebut. Yang pertama berkaitan dengan relasi intrapersonal, sedangkan yang lain lebih interpersonal yang tata acuannya adalah komitmen bersama dalam komunitas.
2)      Hakekat dan tujuan
Penilaian pendidikan karakter pada hakekatnya adalah evaluasi atas proses pembelajaran secara terus menerus dari inividu untuk menghayati peran dan kebebasannya bersama orang lain dalam sebuah lingkungan sekolah demi pertumbuhan integritas moralnya sebagai manusia.
Keberhasilan pendidikan karakter tidak akan dapat diukur jika subjek yang mengukur adalah pribadi lain di luar diri individu, sebab kondisi struktural antropologis mereka tidak memungkinkan menilai penghayatan moral yang dilakukan oleh orang lain. Penilaian pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya unsur pemahaman, motivasi, kehendak, dan praksis dari individu. Pendidikan karakter menjadi semakin bertumbuh ketika motivasi dalam diri individu menjadi pendorong semangat bagi perilaku moralnya dalam kebersamaan dengan orang lain.
Dari hakikat pendidikan karakter, kita dapat menyimpulkan tentang tujuan penilaian pendidikan karakter. Penilaian pendidikan karakter dalam lembaga sekolah bukanlah terutama untuk menentukan kelulusan siswa. Namun, leibih sebagai penentu apakah kita sebagai individu yang hidup dalam lembaga pendidikan mau mengembangkan daya-daya reflektif yang ada dalam diri kita sehingga hidup kita dalam kebersamaan dengan orang lain menjadi semakin bermutu. Untuk itu, penilaian pendidikan karakter semestinya mengevaluasi dan menelaah berbagai macam corak relasional antar individu di dalam lembaga pendidikan, hubungan antar siswa dengan siswa lainnya, siswa dengan guru, orang tua dengan sekolah, sekolah dengan masyarakat  dan Negara.
3)      Kriteria penilaian 
Santrock (2004: 643) menyebutkan tipe-tipe atau kriteria pembelajaran yang dapat digabungkan dalam instruksi dan penilaian, yaitu:
a)      Pengetahuan. Ini melibatkan apa yang perlu diketahui murid untuk memecahkan masalah dan menerapkan keahlian.
b)      Penalaran/pikiran. Salah satu tujuan pembelajaran adalah murid bukan hanya mendapatkan pengetahuan, akan tetapi juga mampu berfikir tentang pengetahuan.
c)      Produk. Produk adalah contoh dari hasil kerja murid. Esai, paper, laporan sains merefleksikan kemampuan murid untuk menggunakan pengetahuan dan penalaran.
d)     Perasaan. Target afektif adalah emosi, perasaan, dan nilai-nilai murid. Misalnya mendeskripsikan arti penting dari upaya membantu murid untuk mengembangkan kesadaran emosional sendiri (seperti memahami penyebab perasaan mereka), mengelola emosi (seperti menahan amarah), membaca emosi (seperti menjadi pendengar yang baik), dan mengelola hubungan (seperti kompeten dalam memecahkan problem hubungan).
Menurut Koesoma (2007: 282) yang dinilai dalam  pendidikan karakter adalah perilaku dan tindakan, bukan pengertian, pengetahuan, kata-kata yang diucapkan. Ketika suatu ucapan baru sebatas pemahaman dan pengertian, belum sampai pada tindakan, atau aktualisasi nilai tersebut, kata-kata itu belum menjadi objek penilaian bagi pendidikan karakter. Oleh karena itu, penilaian tentang pendidikan karakter semestinya mengarah pada bagaimana perilaku merefleksikan perbuatan dan keputusannya dalam kaitannya dengan perkembangan diri sendiri dan orang lain. 
Kejujuran adalah prinsip penting bagi penilaian pendidikan karkater. Kejujuran membuat individu mampu semakin maju dalam penyempurnaan dirinya sebagai manusia berkarakter. Kejujuran dan keterbukaan akan tampil dalam kesediaan untuk mendengarkan pendapat orang lain dalam menilai dirinya. Individu yang memiliki keterbukaan dan menyadari kepentingan pendidikan karakter bagi dirinya sendiri akan dengan mudah menerima masukan dari orang lain. Dengan demikian, ia juga semakin dapat mengembangkan dirinya.
Secara praktis ada hal-hal yang memang secara objektif bisa dipakai sebagai kriteria untuk menilai apakah pendidikan karakter telah berhasil dilaksanakan atau tidak. Objektif maksudnya ialah data-data dan fakta-fakta, entah berupa tindakan maupun dampak-dampak dari keputusan yang dapat diverifikasi oleh semua. Kriteria dan objek yang dibahas di sini hanya berkaitan dengan hal-hal yang bisa secara objektif dipakai sebagai pedoman penilaian pendidikan karakter di sekolah. Koesoma (2007: 282-288) mengatakan bahwa  dari data-data dan fakta, kita dapat melihat sejauh mana siswa dan individu di dalam melaksanakan pendidikan karakter, data dan fakta itu dapat berupa:
a)      Sejauh mana individu di dalam suatu lembaga pendidikan melaksanakan nilai tanggung jawab bagi tugas-tugas mereka, kuantitas kehadiran adalah instrument penting dalam penilaian terhadap tanggung jawab tersebut. 
b)      Penilaian pendidikan karakter juga bisa dilihat kedisiplinan siswa maupun komponen sekolah lainnya. Misalnya berapa siswa dari jumlah siswa yang secara tepat (disiplin) waktu menyerahkan tugas yang diembankan kepadanya. 
c)      Keberhasilan sekolah dalam pendidikan karakter adalah bagaimana meminimalisir kenakalan remaja seperti, tawuran, minum minuman keras, narkoba dan lain sebagainya.
d)     Pendidikan karakter yang berhasil akan menciptakan suasana yang baik bagi proses pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu kriteria objektif pendidikan karakter adalah prestasi akademis siswa.
e)      Sejauh mana para siswa telah mempraktekkan  nilai-nilai kejujuran. Nilai-nilai ini dapat dipantau dengan data-data tentang jumlah anak yang ketahuan menyontek.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan dari pembahasan pada makalah ini, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:
1.  Pendidikan karakter adalah sebuah proses menumbuhkan, mengembangkan dan mendewasakan kepribadian seseorang. Sedangkan tujuan pendidikan karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup.
2.  Penilaian adalah proses yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja peserta didik. Hasil penilaian digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap ketuntasan belajar peserta didik. Hal ini membuktikan bahwa untuk menentukan nilai-nilai yang relevan bagi pendidikan karakter tidak dapat dilepaskan dari situasi dan konteks historis masyarakat tempat pendidikan karakter itu mau diterapkan. Sebab, nilai-nilai tersebut mungkin  pada masa tertentu lebih relevan dan nilai lain akan lebih cocok. Maka kriteria penentuan nilai-nilai ini sangat dinamis dalam arti, aplikasi praktisnya di dalam masyarakat yang akan mengalami perubahan terus menerus, dari nilai karakter sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
BSNP.2006.Peraturan Pemerintah No.19/2005, tentang Standar Nasional 
Pendidikan. Jakarta
Dwi Hastuti Mardiyanto, 2002. Pendidikan Moral pada Anak Didik. Jakarta: Kencana
Howard Gardner 2003. Teori Perkembangan konsep dan Alikasi, edesi ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 
Koesoma. 2007. Pendidikan Karakter pada Sekolah. Jakarta: Kencana 
Santrock John.W,2004. Education psychology, 2de Edition. McGraw-Hill Company,Inc. Terjemah Tri Wibowo B.S. Jakarat:  Kencana. 
Wina Sanjaya, 2008. Teori dan Perkembangan anak. Jakarta: Gramedia Citra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar